My New Life

Friday, June 10, 2005

Jangan bilang-bilang...

Beberapa minggu yang lalu aku tercenung memandangi bukuku yang sedemikian banyak. Aku sedih kalo harus meninggalkan Norwegia, karena itu berarti pasokan buku baru akan berkurang drastis dari segi jumlah maupun jenisnya. Aku juga sedih karena sebagian dari buku-buku itu sudah kuberi janji-janji palsu. "Tunggu ya, kamu pasti akan aku lahap sampai tandas begitu aku punya waktu nanti!". Namun waktu yang dijanjikan tak kunjung tiba. Hidup ini tidak pernah berkompromi terutama masalah waktu.

Jadilah aku menimbang-nimbang dua kemungkinan. Di satu sisi, tentu bagus sekali bila memusatkan perhatian pada satu buku cover-to-cover, di sisi lain, setiap ke toko buku selalu saja ada hal baru yang menarik telah dituliskan. Seandainya aku saja satu hari itu 48 jam, maka akan aku pakai kelebihan 24 jam itu untuk membaca dan menulis. Mengikat makna! Tapi itu cuma mimpi. Pertimbangan itu akhirnya menghasilkan keputusan pragmatis. Aku akan baca dan baca, loncat dari buku-ke-buku. Tapi aku juga tidak mau jadi bingung. Kalo gitu ya dicatat aja perjalanan membacamu. Dan seterusnya.....

Seandainya aku sudah tahu dari dulu cara ini......
Seandainya aku dulu BERANI menentang "dogma" tradisional tentang membaca yang membosankan........

Tapi jangan bilang-bilang adikku. Soalnya dia bilang aku hebat hehehe... Siapa sih yang gak seneng dibilang hebat? :-)

Tuesday, May 24, 2005

Mimpi (Cerita 3)

Ada sebuah negeri yang istimewa di dunia ini. Negeri ini jauh dari hingar-bingar peradaban dunia pada umumnya yang banyak berupa persaingan, konflik dan peperangan. Di negeri ini tidak ada orang yang berambisi untuk lebih dari yang lain. Akibatnya mereka tidak terseret dalam persaingan ataupun konflik yang biasanya disertai kekerasan. Setiap pagi para penduduk negeri ini mengawali harinya dengan senyuman. Saat membuka mata mengakhiri tidur malam mereka masih terbayang mimpi indah yang membuat hati mereka selalu riang. Kekhawatiran dan keresahan yang dirasakan, kalau ada, sebelum tidur, sirna semua. Alam mimpi telah membuai mereka selama beberapa jam dan menghapus ingatan negatif dari benak mereka. Jadilah mereka orang-orang positif yang siap beraktifitas mewarnai negeri yang damai ini.

Bila ada pengembara yang datang ke negeri ini dengan cepat dia akan melihat hal yang sangat khas negeri ini. Setiap rumah dinegeri ini minimal memiliki sebuah jendela yang mirip satu sama lain. Boleh jadi ada jendela-jendela lain yang lebih sesuai dengan gaya arsitektur rumah yang beraneka ragam, tapi jendela yang satu itu harus ada. Bentuknya bujursangkar yang dibagi empat dengan sebuah garis tengah vertikal dan horizontal, membuatnya terbagi menjadi empat bidang bujursangkar kecil. Biasanya jendela itu terbuat dari kayu yang tidak dicat dan kaca yang membuat orang bisa melihat keluar dari empat bujursangkar itu. Di bagian dalam rumah selalu diletakkan benda bulat kecil dengan penopangnya. Benda ini seperti tiruan bulatan bumi (globe), namun polos dan berwarna merah muda. Benda ini seperti hiasan wajib disetiap jendela. Jendela itu disebut, oleh penduduk setempat, sebagai jendela mimpi.

Semua orang percaya bahwa mimpi-mimpi, baik dan buruk, mulai berkeliaran di udara sejak matahari terbenam. Mimpi-mimpi itu akan menyusup masuk ke setiap rumah melalui jendela mimpi. Mereka tidak akan singgah dirumah yang tidak berjendela mimpi. Benda bulat tadi adalah alat penyeleksi mimpi. Setiap ada mimpi yang masuk melalui jendela akan membuatnya berputar di sumbunya. Bila yang masuk adalah mimpi buruk maka putarannya akan mengikat dan menarik mimpi itu ke arah berlawanan dan melontarkannya kembali keluar. Tidak salah kalau benda itu disebut Bola Anti Mimpi Buruk (BAMB).


(Ayo Yan silakan diteruskan.... Aku menantang imajinasimu!)


Thursday, May 19, 2005

Helen (Cerita kolektif 2)

Seorang gadis belia setiap pagi kulihat dari jendela kamarku berjalan melintas rumah kami. Helen namanya. Senyum manis selalu tersungging diwajahnya yang manis. Langkahnya cepat dan bila diperhatikan lebih seksama, tampak agak melunjak-lunjak. Riang sekali, ringan tanpa beban. Aku selalu menunggunya melintasi jendela kamarku. Entah kenapa hariku menjadi riang juga setelah melihatnya.

Suatu hari Helen menerima surat tanpa nama pengirim. Tanpa perangko pula. "Buat Helen", begitu bunyi tulisan indah di amplop merah jambu. Mata Helen berbinar menatap lekat-lekat amplop itu, badan sedikit terlunjak, kaki berjinjit ditempat luapan dari rasa ingin tahunya. Lipatan kertas surat dibuka, isinya hanya sebuah kalimat: "Selamat sayang! Engkau tidak akan pernah mati."
Sekilas tulisan itu terkesan biasa saja, bahkan tak dapat direka apa maksudnya. Anehnya setelah membaca tulisan itu Helen merasakan ada energi besar yang bergerak menuju keseluruh tubuhnya. Perasaan bahagia, damai, tenang tiba-tiba memenuhi seluruh jiwanya. Harapan-harapan dan keberanian yang dulu sengaja dikubur olehnya, tiba-tiba meledak keluar tanpa diketahui apa pemicunya. Rasa keingintahuannya akan siapa pengirim surat itu tenggelam begitu saja oleh segala hal yang sedang bergejolak dalam dirinya.

Thursday, May 12, 2005

Cerita Kolektif 1

Pamanku punya kebiasaan aneh yang selalu dilakukannya di pagi hari. Begitu bangun tidur, dia langsung merapikan rambutnya dan berjalan menuju sebuah pondok kecil di belakang rumahnya. Pondok itu terlihat sangat tak terawat. Tidak ada satu orangpun yang boleh masuk ke dalam pondok itu, kecuali paman. Pondok itu terbuat dari kayu yang dipaku sekenanya dan beratap seng yang membuat udara didalamnya panas sekali di musim panas. Jika dilihat dari rumah induk, pondok itu sudah agak condong ke kiri. Mungkin sekali tersenggol tubuh paman, pondok itu akan rubuh. Pamanku tinggi besar dan berotot. Matanya yang lebar dan tajam bagaikan elang yang mencari mangsa membuat semua orang disekitarnya slalu berhati-hati dalam bersikap. Begitu pula dengan aku.

<gambarkan lokasi rumah: desa, kota, hutan, sawah, banyak penduduk?>

< gambarkan keadaan fisik Paman>